Sinopsis:
Farel Amaral dan Oscar lopez tinggal di perbatasan NTT – Timor Leste. Meskipun hidup dengan kesederhanaan, rasa cinta mereka terhadap tanah air sangatlah dalam.
Kisah berawal dari satu minggu sebelum menjelang perayaan 17 Agustus, ketika Farel dan Oscar beserta Anton dan David bersama-sama mengikuti lomba panjat pinang yang meriah.
Namun bukannya bersatu mereka berdebat hadiah mana yang harus diambil duluan.
Ketika mereka gagal , merekapun kemudian saling menyalahkan satu sama lain. Masalah menjadi rumit ketika dua kaleng cat merah putih milik Farel hilang .
Farel pun menjadi takut dimarahi ayahnya. Kemudian Farel, bersama Oscar dan teman – temannya berupaya mengumpulkan uang untuk membeli cat. Namun mereka harus menghadapi kenyataan bahwa stok cat merah putih habis karena tanggal 17 Agustus semakin dekat. Perjalanan Farel, Oscar dan teman – temannya untuk merayakan 17 Agustus menjadi cerita utama film.
Farel Amaral dan Oscar lopez tinggal di perbatasan NTT – Timor Leste. Meskipun hidup dengan kesederhanaan, rasa cinta mereka terhadap tanah air sangatlah dalam.
Kisah berawal dari satu minggu sebelum menjelang perayaan 17 Agustus, ketika Farel dan Oscar beserta Anton dan David bersama-sama mengikuti lomba panjat pinang yang meriah.
Namun bukannya bersatu mereka berdebat hadiah mana yang harus diambil duluan.
Ketika mereka gagal , merekapun kemudian saling menyalahkan satu sama lain. Masalah menjadi rumit ketika dua kaleng cat merah putih milik Farel hilang .
Farel pun menjadi takut dimarahi ayahnya. Kemudian Farel, bersama Oscar dan teman – temannya berupaya mengumpulkan uang untuk membeli cat. Namun mereka harus menghadapi kenyataan bahwa stok cat merah putih habis karena tanggal 17 Agustus semakin dekat. Perjalanan Farel, Oscar dan teman – temannya untuk merayakan 17 Agustus menjadi cerita utama film.
Nia Sihasale Zulkarnaen mengatakan, ”suatu kebanggaan, tokoh utama diperankan oleh anak – anak asli Nusa Tenggara Timur. Mereka bahkan belum pernah berhadapan dengan kamera. Mereka tidak punya pengalaman sama sekali sebelumnya, film ini pengalam pertama dan langsung sebagai pemeran utama. Semua peran anak kecil langsung didapatkan dari daerah film dibuat dan logat yang mereka pakai pun asli sesuai lokasi pembuatan. Semua melalui proses casting yang cukup ketat di Kupang, Atambua dan Silawan. Diikuti oleh cukup banyak orang – orang disana. Setelah memalui workshop akting, mereka bisa berperan secara natural dan luar biasa dengan logat asli daerah setempat. Bisa dilihat penampilannya di trailer yang bikin ternganga.” |
Anak – anak ini juga menjadi inspirasi selama pembuatan. “Film ini adalah tentang persahabatan anak – anak di gerbang terdepan Indonesia. Mereka menunjukan kehidupan di gerbang terdepan tidak seperti yang orang pikirkan. Mereka bisa hidup dengan senang, dengan semangaT yang mereka miliki, walaupun keadaan apapun mereka bisa bertahan hidup. Itu yang pengen kita sampaikan. Anak – anak di gerbang terdepan ini bangga menjadi orang Indonesia,” jelas Ari Sihasale. |
“Selama riset, kami menemukan banyak kalimat spontanitas dari anak – anak disana yang cukup menggedor hati kami,” cerita Nia Sihasale Zulkarnaen. “Misalnya ketika mereka mencari cat untuk mengecat rumah setiap Agustusan, kalau tidak ada warna merah putih mereka menjawab ‘Merah Putih tidak bisa diganti’.
Bagi mereka merah putih bukan hanya sekedar warna, tapi warna itu sudah terpatri di hati mereka, begitu pun kami.”
“Agustus tahun lalu sempat viral sebuah kejadian ketika bendera merah putih tidak bisa dikibarkan. Baru setelah riset, kami ketemu anak – anak disana dan mereka menceritakan seperti apa kejadiannya. Ternyata apa yang terjadi jauh lebih mengharukan, saking cintanya mereka dengan bendera merah putih, meskipun benderanya sempat tidak terbuka, mereka kemudian tetap menyanyiakn Indonesia raya sampai nagis. Seorang anak kemudian mengambil alih dan mengibarkan bendera tersebut. Sebuah momen yang membanggakan. Kami menampilkan agedan itu di film agar orang tahu betapa besar kecintaan warga di gerbang terdepan untuk Indonesia,” cerita Nia Sihalasa Zulkarnaen.
Ari Sihasale menekankan, “saya ingin menularkan rasa nasionalisme, semangat untuk berubah. Ingin menunjukkan bahwa anak – anak Indonesia Timur punya kesempatan dan kemauan yang sama dengan anak Indonesia lain. Bahwa kita nggak bisa diem. Kita harus memupuk kembali persatuan dan cinta tanah air. Semangat ini diawali anak Indonesia Timur dan semoga bisa jadi inspirasi buat semua anak Indonesia. Dimana pun kita punya kesempatan yang sama asal kita mau.”
Bagi mereka merah putih bukan hanya sekedar warna, tapi warna itu sudah terpatri di hati mereka, begitu pun kami.”
“Agustus tahun lalu sempat viral sebuah kejadian ketika bendera merah putih tidak bisa dikibarkan. Baru setelah riset, kami ketemu anak – anak disana dan mereka menceritakan seperti apa kejadiannya. Ternyata apa yang terjadi jauh lebih mengharukan, saking cintanya mereka dengan bendera merah putih, meskipun benderanya sempat tidak terbuka, mereka kemudian tetap menyanyiakn Indonesia raya sampai nagis. Seorang anak kemudian mengambil alih dan mengibarkan bendera tersebut. Sebuah momen yang membanggakan. Kami menampilkan agedan itu di film agar orang tahu betapa besar kecintaan warga di gerbang terdepan untuk Indonesia,” cerita Nia Sihalasa Zulkarnaen.
Ari Sihasale menekankan, “saya ingin menularkan rasa nasionalisme, semangat untuk berubah. Ingin menunjukkan bahwa anak – anak Indonesia Timur punya kesempatan dan kemauan yang sama dengan anak Indonesia lain. Bahwa kita nggak bisa diem. Kita harus memupuk kembali persatuan dan cinta tanah air. Semangat ini diawali anak Indonesia Timur dan semoga bisa jadi inspirasi buat semua anak Indonesia. Dimana pun kita punya kesempatan yang sama asal kita mau.”
Film ini rencana nya akan menjadi awal trilogi perbatasan yang nantinya akan membahas kehidupan perbatasan papua dan kalimantan.
Melalui film – film ini akan diperhatikan kehidupan perbatasan yang sudah jauh lebih baik dari masa lalu.
Melalui film – film ini akan diperhatikan kehidupan perbatasan yang sudah jauh lebih baik dari masa lalu.
Film Rumah Merah Putih, adalah film kesembilan Alenia Pictures, serta menandai kembalinya Alenia Pictures setelah lima tahun lalu membuat film Seputih Cinta Melati.
Alur cerita , terinspirasi dari kejadian nyata dan memperlihatkan kecintaan tanah air oleh anak – anak perbatasan Indonesia.
Film ini menunjukkan kehidupan anak – anak yang tinggal diperbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Leste. Tepatnya di Kabupaten Belu dan Timor Tengan Utara.
Film akan tayang saat liburan bulan Juni 2019 dan ditujukan untuk penonton semua umur.
Sutradara dan produser : Ari Sihasale
Executive produser : Nia Sihasale Zulkarnaen
Skenario : Jeremias Nyangoen
Film Rumah Merah Putih di bintangi oleh :
Pevita Pearce sebagai Maria Lopez
Yama Carlos sebagai Daniel Amaral
Shafira Umm sebagai Rosalia
Abdurrahman Arif sebagai Ruslan
Dan
Dicky Tapitapikalawang sebagai Oracio Soares
Film ini juga memperkenalkan pemain anak – anaK asli NTt sebagai tokoh utama yaitu,
Petrick Rumlaklak sebaGai Farel Amaral
Amori De Purivicacao sebagai Oscar Lopez
Alur cerita , terinspirasi dari kejadian nyata dan memperlihatkan kecintaan tanah air oleh anak – anak perbatasan Indonesia.
Film ini menunjukkan kehidupan anak – anak yang tinggal diperbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Leste. Tepatnya di Kabupaten Belu dan Timor Tengan Utara.
Film akan tayang saat liburan bulan Juni 2019 dan ditujukan untuk penonton semua umur.
Sutradara dan produser : Ari Sihasale
Executive produser : Nia Sihasale Zulkarnaen
Skenario : Jeremias Nyangoen
Film Rumah Merah Putih di bintangi oleh :
Pevita Pearce sebagai Maria Lopez
Yama Carlos sebagai Daniel Amaral
Shafira Umm sebagai Rosalia
Abdurrahman Arif sebagai Ruslan
Dan
Dicky Tapitapikalawang sebagai Oracio Soares
Film ini juga memperkenalkan pemain anak – anaK asli NTt sebagai tokoh utama yaitu,
Petrick Rumlaklak sebaGai Farel Amaral
Amori De Purivicacao sebagai Oscar Lopez